karena berbagi tak pernah rugi

Sabtu, 28 Februari 2015

Alquran Bicara Kesetaraan Gender

Wali Ramadhani
Anggota CSS MoRA Sunan Kalijaga 2010

“Islam bukan hanya agama ketuhanan, namun juga agama kemanusiaan dan kemasyarakatan. Ia dating membawa misi besar, untuk ‘memanusiakan’ manusia (perempuan) yang dulunya tidak dianggap manusia”.

            Alquran pertama sekali turun di lingkungan sosial-budaya Arab. Sebuah lingkungan yang hanya mengenal satu jenis kelamin manusia, yaitu lelaki (Suryadi, 2012: hlm. 202). Saat itu perempuan lebih tepaat disebut sebagai barang yang dapat diperjual-belikan dan diperlakukan layaknya budak. Bahkan, mereka juga menjadi barang warisan yang dimiliki oleh anak tirinya yang tertua, apabila suaminya meninggal (Asqhar Ali Engineer, 2000: hlm. 36)

            Alquran tidak pernah membedakan antara laki-laki dan perempuan. Semuanya memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai makhluk Tuhan. Barang siapa yang melakukan kebaikan maka akan diberi pahala dan barang siapa berbuat dosa maka akan dihukum. Keduanya baik laki-laki maupun perempuan memiliki potensi dan kesempatan yang sama untuk menjadi hamba ideal, yaitu menjadi pribadi yang bertaqwa.
            Ada beberapa ayat-ayat Alquran bila tidak dimaknai dan dipahami secara benar akan menimbulkan bias gender, yaitu masalah poligami (yang menghalalkan empat istri, Q.S. An-Nisa: 3), warisan (perempuan mendapat setengah laki-laki, Q.S. An-Nisa: 11) dan lelaki pemimpin perempuan (Q.S. An-Nisa: 34).
            Jika dipahami dan dimaknai secara mendalam bahwa untuk kasus poligami sebenarnya merupakan tradisi arab yang telah mengakar kuat, namun sebelum alquran mengaturnya, poligami tidak memiliki batasan. Oleh sebab itu alquran mensyariatkan hanya boleh beristri sampai empat orang. Namun, Alquran menginformasikan mengenai ketidakmampuan suami untuk berlaku adil terhadap istri-istri mereka (Q.S. An-Nisa: 129). Berdasarkan dalil ini, beberapa cendekiawan modern berpendapat bahwa pada dasarnya Alquran memerintahkan untuk monogami.
            Mengenai warisan, pada zaman Arab jahiliyah para perempuan tidak memperoleh bagian warisan sedikitpun, bahkan mereka dijadikan sebagai barang warisan. Sedangkan mengenai harta warisan perempuan yang setengah bagian dari laki-laki karena perempuan bersuami atau tidak, maka bagian itu untuk hidup sendiri. Sedangkan laki-laki yang mempunyai istri wajib memberi nafkah bagi keluarganya.
           
            Adapun mengenai ayat laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan itu bukanlah ayat superioritas laki-laki atas perempuan, namun lebih kepada kewajiban laki-laki untuk melindungi istri dari segala hal.
            Alquran secara jelas menyebutkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan dan derajat yang sama. Hanya ketaqwaan saja yang dapat membedakan mereka di sisi-Nya (Q.S. Al-Hujurat: 13).


Sumber; majalah santri hlm. 18
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

my life is my advanture

my life is my advanture

" Quote of the Day"

Sembahlah Dia, seolah-olah engkau melihat-Nya.
Meskipun engkau tak melihat-Nya, sungguh Dia melihatmu

Pages - Menu

Blogger templates