karena berbagi tak pernah rugi

Sabtu, 28 Februari 2015

Perempuan dalam lembaran kitab kuning



Ditulis oleh; Dito Alif Pratama
Anggota CSS MoRA UIN Walisongo Semarang
            Menurut penulis kitab kuning yang dimaksud di sini adalah buku-buku klasik tentang tafsiran dan penjabaran ajaran islam yang ditulis oleh para salafusholih atau para ulama terdahulu. Kitab kuning merupakan bagian tak terpisahkan dari kebudayaan dan kegiatan setiap santri di pesantren, terutama pesantren salaf.
            Para orientalis telah salah penafsiran terhadap konsep perempuan dalam kitab Uqudul Lujain Fi Bayaan Huquqiz-zawjain karangan Syeikh Muhammad Umar an-Nawawi dari Banten. Kitab tersebut menguraikan beberapa hak dan kewajiban sumai-istri dalam membangun keluarga yang sakinah, mawadah, dan warahmah. Bahasa dan pengembangan gagasan dalam kitab ini sesuai dengan kultur kehidupan masyarakat di tanah air.

            Namun, ada beberapa bagian pembahasan yang dianggap kaum orientalis sebagai sebuah kejanggalan. Salah satunya pada pembahasan hadis “manakala isteri berbuat durhaka pada suaminya, maka ia akan memperoleh laknat dari Allah, malaikat, dan seluruh manusia”, juga hadis “manakala isteri bermuka masam di depan wajah suaminya, maka ia berada dalam kemurkaan Allah” dan masih banyak lainnya.
            Selain itu ada yang beranggapan bahwa pada dasarnya semua suku kata dalam Alquran dan kitab kuning didominasi oleh mudzakkar (laki-laki), kecuali dalam hal-hal tertentu yang dikhususkan untuk muannnats (perempuan). Hal demikian menurut kaum orientalis merupakan sebuah penghinaan dan perendahan kedudukan dan harga diri seorang perempuan.
            Achmad Satori Ismail (2000) mengatakan bahwa ketidakpahaman seseorang dalam memahami islam secara integral dikarenakan dua hal. Pertama, masalah syariat seringkali dicampur adukkan dengan masalah fiqih. Kedua, sering mengerucutkan suatu kasus yang belum berlaku umum.
            Menurut penulis hal yang harus kita mengerti bahwa alasan secara umum kitab kuning menempatkan laki-laki di atas perempuan menurut Masdar F. Mas’udi (2000) adalah pertama, para penulis kitab kuning hampir semuanya adalah laki-laki, sehingga bias gender pun menjadi sulit untuk dihindari. Kedua, kitab kuning adalah produk budaya zamannya, zaman pertengahan yang didominasi oleh citra rasa budaya yang secara keseluruhan memang laki-laki.

Sumber; majalah santri hlm. 10
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

my life is my advanture

my life is my advanture

" Quote of the Day"

Sembahlah Dia, seolah-olah engkau melihat-Nya.
Meskipun engkau tak melihat-Nya, sungguh Dia melihatmu

Pages - Menu

Blogger templates