Wali Ramadhani
Anggota CSS MoRA Sunan Kalijaga 2010
“Islam bukan hanya agama ketuhanan, namun juga agama kemanusiaan dan
kemasyarakatan. Ia dating membawa misi besar, untuk ‘memanusiakan’ manusia
(perempuan) yang dulunya tidak dianggap manusia”.
Alquran
pertama sekali turun di lingkungan sosial-budaya Arab. Sebuah lingkungan yang
hanya mengenal satu jenis kelamin manusia, yaitu lelaki (Suryadi, 2012: hlm.
202). Saat itu perempuan lebih tepaat disebut sebagai barang yang dapat
diperjual-belikan dan diperlakukan layaknya budak. Bahkan, mereka juga menjadi
barang warisan yang dimiliki oleh anak tirinya yang tertua, apabila suaminya
meninggal (Asqhar Ali Engineer, 2000: hlm. 36)
Alquran
tidak pernah membedakan antara laki-laki dan perempuan. Semuanya memiliki hak
dan kewajiban yang sama sebagai makhluk Tuhan. Barang siapa yang melakukan
kebaikan maka akan diberi pahala dan barang siapa berbuat dosa maka akan
dihukum. Keduanya baik laki-laki maupun perempuan memiliki potensi dan
kesempatan yang sama untuk menjadi hamba ideal, yaitu menjadi pribadi yang
bertaqwa.
Ada
beberapa ayat-ayat Alquran bila tidak dimaknai dan dipahami secara benar akan
menimbulkan bias gender, yaitu masalah poligami (yang menghalalkan empat istri,
Q.S. An-Nisa: 3), warisan (perempuan mendapat setengah laki-laki, Q.S. An-Nisa:
11) dan lelaki pemimpin perempuan (Q.S. An-Nisa: 34).
Jika
dipahami dan dimaknai secara mendalam bahwa untuk kasus poligami sebenarnya
merupakan tradisi arab yang telah mengakar kuat, namun sebelum alquran
mengaturnya, poligami tidak memiliki batasan. Oleh sebab itu alquran
mensyariatkan hanya boleh beristri sampai empat orang. Namun, Alquran
menginformasikan mengenai ketidakmampuan suami untuk berlaku adil terhadap
istri-istri mereka (Q.S. An-Nisa: 129). Berdasarkan dalil ini, beberapa
cendekiawan modern berpendapat bahwa pada dasarnya Alquran memerintahkan untuk
monogami.
Mengenai
warisan, pada zaman Arab jahiliyah para perempuan tidak memperoleh bagian
warisan sedikitpun, bahkan mereka dijadikan sebagai barang warisan. Sedangkan
mengenai harta warisan perempuan yang setengah bagian dari laki-laki karena
perempuan bersuami atau tidak, maka bagian itu untuk hidup sendiri. Sedangkan
laki-laki yang mempunyai istri wajib memberi nafkah bagi keluarganya.
Adapun
mengenai ayat laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan itu bukanlah ayat
superioritas laki-laki atas perempuan, namun lebih kepada kewajiban laki-laki
untuk melindungi istri dari segala hal.
Alquran
secara jelas menyebutkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan dan
derajat yang sama. Hanya ketaqwaan saja yang dapat membedakan mereka di
sisi-Nya (Q.S. Al-Hujurat: 13).
Sumber; majalah santri hlm. 18
0 komentar:
Posting Komentar