EFEKTIVITAS PENGGUNAAN DIAGRAM VEE DAN LEMBAR KERJA SISWA
(LKS) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR
KREATIF SISWA
PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Metode Penelitian Matematika
Dosen pengampu: 1. Prof. Dr. H. Didi Suryadi, M.Ed
2. Dr. H. Sufyani Prabawanto, M.Ed
oleh:
Ngadiyono
1204829
Jurusan Pendidikan
Matematika
Fakultas Pendidikan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pendidikan
Indonesia
Bandung
2014
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut Asma Allah SWT
yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Alhamdulillahirobbil’alamin, puji
syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,
taufik, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan proposal skripsi dengan
judul “Efektifitas
Penggunaan Digram Vee dan Lembar Kerja Siswa (LKS) dalam Pembelajaran
Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa” yang direncanakan akan dilakukan penelitian
pada siswa SMP. Dengan tujuan, agar dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa SMP dengan menerapkan model pembelajaran tersebut
sehingga dapat membantu siswa agar mudah mencapai kemampuan matematis lainnya.
Penulis berharap proposal ini dapat
menjadi jalan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pendidik yang
membutuhkan alternatif model pembelajaran serta memberikan informasi yang
bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya.
Proposal skripsi ini masih dirasakan dan ditemui berbagai
kekurangan. Oleh karena itu, penulis dengan besar hati menerima kritik dan
saran untuk kemajuan dan perbaikan dimasa mendatang. Semoga proposal ini
membawa keberkahan. Amiin.
Bandung,
Desember 2014
Penulis
|
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan
Masalah................................................................................... 3
C. Tujuan
Penelitian..................................................................................... 4
D. Manfaat
Penelitian.................................................................................. 4
E. Definisi
Operasional…………………………..………....……………..5
BAB II KAJIAN TEORI
A. Efektivitas............................................................................................... 6
B. Diagram
Vee........................................................................................... 8
C. Lembar
Kerja Siswa................................................................................ 13
D. Kemampuan
Berpikir Kreatif.................................................................. 17
E. Penelitian
yang Relevan.......................................................................... 22
F. Hipotesis................................................................................................. 22
BAB III METODOLOGI
PENELITIAN
A. Metode
dan Desain Penelitian................................................................ 23
B. Subjek
Penelitian..................................................................................... 24
C. Instrumen
Penelitian............................................................................... 24
D. Prosedur
Penelitian................................................................................. 28
E. Analisis
Data........................................................................................... 29
DAFTAR
PUSTAKA……………………………...…………………………..iv
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pendidikan
sangatlah penting bagi setiap individu, sebab pada hakikatnya pendidikan
merupakan proses terus menerus manusia untuk menyelesaikan berbagai
permasalahan yang ada saat ini maupun permasalahan di masa mendatang. Banyaknya
permasalahaan yang dihadapi manusia saat ini menuntut setiap individu untuk
memiliki kemampuan kritis, kreatif, serta kemampuan bekerjasama dalam
penyelesaikan masalah. Sebagaimana tertera dalam Pembukaan Undang Undang Dasar
1945, bahwa pendidikan nasional memiliki tujuan untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa merupakan upaya untuk mempersiapkan setiap individu agar dapat bersaing
di masa mendatang.
Mata pelajaran
matematika perlu diberikan kepada semua
peserta didik mulai
dari sekolah dasar
untuk membekali peserta didik
dengan kemampuan berpikir
logis, analitis, sistematis,
kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.
Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan
memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi pada keadaan yang selalu
berubah, tidak pasti, dan kompetitif (Depdiknas, 2006, hlm. 345).
Dalam Standar
Kompentensi Lulusan (SKL) Kurikulum 2013 bahwa pada pembelajaran matematika
siswa tidak sekedar belajar
pengetahuan kognitif, namun
siswa diharapkan memiliki sikap kritis
dan cermat, obyektif
dan terbuka, menghargai
keindahan matematika, serta rasa
ingin tahu, berpikir
dan bertindak kreatif,
serta senang belajar
matematika.
Menurut
Munandar seorang yang berpikir kreatif dapat melihat suatu masalah dari sudut
pandang yang berbeda, mampu memberikan banyak ide, gagasan, dan cara terhadap
penyelesaian masalah, mampu bekerja lebih cepat, mampu melihat kesalahan dan
kelemahan dari suatu objek dan menerapkan suatu konsep dasar dengan cara yang
berbeda. Peter juga mengungkapkan bahwa individu yang mampu berpikir kreatif
dapat menyelesaikan masalah dengan efektif. Sementara itu Lunenburg berpendapat
bahwa jika seorang mampu berpikir kreatif maka konten matematika telah
ditransformasikan dalam bentuk pemikiran matematika.
Sementara itu
dalam penelitian yang telah dilakukan Jellen dan Urban mengenai tingkat
kreatifitas siswa Indonesia menunjukkan bahwa tingkat kreatifitas siswa
Indonesia menempati urutan terendah dibandingkan dengan tingkat kreatifitas
siswa negara lain, setelah Filipina, Amerika, Inggris, Jerman,India, Cina,
Kamerun, dan Zulu(Nurdin, 2010). Hal ini sejalan dengan identifikasi dan
analisis yang dilakukan oleh Hasanah terhadap kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa dibeberapa SMA di daerah Bandung dan Cimahi yang menunjukkan
bahwa dari 703 siswa yang diuji hanya 9% siswa yang dapat menyelesaikan tes
kemampuan berpikir kreatif matematis.
Selain itu proses
pembelajaran matematika yang sering dijumpai di sekolah adalah menggunakan
metode ceramah. Melalui metode ceramah siswa akan memperoleh pengetahuan dan
informasi. Namun pengetahuan dan informasi yang diperoleh siswa adalah sebatas
yang dimiliki oleh guru saja. Siswa tidak terlatih untuk menemukan pengetahuan
baru dalam pemahaman konsep dan mengembangkan ilmu pengetahuan, sehingga kadangkala
siswa menunjukkan sikap bosan dan tidak terlibat aktif dalam pembelajaran. Untuk mengatasi
masalah tersebut diperlukan
suatu teknik pembelajaran yang
mampu memberikan rangsangan
kepada siswa agar
siswa menjadi aktif dalam proses pembelajaran.
Dengan
menggunakan lembar kerja, siswa akan lebih mudah memahami materi. karena pada
lembar kerja telah tertera dengan jelas
dan gamblang tentang apa saja yang harus siswa lakukan. Selain itu, bagi guru
penggunaan LKS (Lembar Kerja Siswa) dapat membantu dalam pengkondisian kelas
karena tidak memerlukan banyak instruksi lagi. Siswa cukup dapat tenang dengan
hanya menjalankan segala instruksi yang tertulis dalam LKS. Namun sebenarnya kegiatan
pembelajaran dengan menggunakan lembar kerja atau LKS, siswa tidak tertantang
untuk menemukan konsep serta pengetahuan baru.
Siswa tidak lebih hanya
sekedar diperintah untuk
melakukan apa yang
telah tertulis dalam lembar
kerja.
Sebagai upaya
untuk membangun pengetahuan maka guru bisa menggunakan Diagram Vee dalam
pembelajaran matematika. Diagram Vee memiliki sisi konsep (berpikir) dan sisi
metodologis (bekerja). Kedua sisi secara aktif saling berinteraksi selama
penggunaan fokus atau pertanyaan penelitian. Ujung Vee berisi kejadian atau
masalah. Kedua sisi Diagram Vee menekankan dua aspek belajar sains yang saling
bergantung, yaitu teori (thinking)
dan praktik (doing). Dengan mengacu
pada pertanyaan, siswa diajak untuk menemukan hubungan antara struktur ilmu
pengetahuan pada masalah matematika dengan konsep dan teori tentang ilmu pengetahuan
yang terkait.
Dari keadaan di
atas, Diagram Vee dan LKS akan digunakan sebagai alat penunjang sekaligus
panduan kegiatan pembelajaran matematika di kelas. Penggunaan Diagram Vee
sebagai penunjang kegiatan pembelajar karena dipandang dapat mengajak siswa
untuk berfikir lebih dalam tentang teori yang akan mereka pelajari. Sedangkan
penggunaaan LKS sebagai penunjang kegiatan pembelajaran karena dipandang lebih
mudah dari segi pengkondisian kelas sebab siswa cukup mengerjakan apa yang
tertera di dalam LKS.
Berdasarkan
uraian di atas, penulis mengajukan sebuah penelitian dengan judul “Efektifitas
Penggunaan Digram Vee Dan Lembar Kerja Siswa (LKS) dalam Pembelajaran
Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa”.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
dikemukakan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
2.1 Apakah
peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan menggunakan Diagram Vee dan LKS dalam pembelajaran lebih baik daripada
siswa yang memperoleh pembelajan konvensional?
2.2 Bagaimana
sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan Diagram Vee dan
LKS?
3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini
bertujuan untuk:
3.1 Mengetahui
Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan menggunakan Diagram Vee dan LKS dalam pembelajaran lebih
baik daripada siswa yang memperoleh pembelajan konvensional.
3.2 Mengetahui
bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunaan
Diagram Vee dan LKS.
4.
Manfaat
Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan masukan dan sumbangan pikiran terhadap beberapa pihak yang
terkait, diantaranya:
4.1 Bagi
peneliti, mengetahui bagaimana kemampuan berpikir kreatif siswa yang
pembelajarannya menggunakan Diagram Vee dan LKS dan kemampuan berpikir kreatif
siswa yang pembelajarannya menerapkan pembelajaran konvensional.
4.2 Bagi
guru, jika kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan menggunakan Diagram Vee dan LKS lebih baik dari kemampuan
siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, maka pembelajaran dengan
menggunakan Diagram Vee dan LKS dapat dijadikan salah satu alternatif dalam
pembelajaran matematika di sekolah.
4.3 Bagi
peneliti yang lain, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
ataupun referensi untuk mengkaji lebih banyak tentang pembelajaran dengan
menggunakan Diagram Vee dan LKS ataupun pemecahan yang berkaitan dengan
pembelajaran yang menggunakan Diagram Vee dan LKS.
4.4 Bagi
siswa, pembelajaran matematika dengan menggunakan Diagram Vee dan LKS dapat
memudahkan siswa dalam memahami matematika dan meningkatkan kemempuan berpikir
kreatif serta meningkatkan sikap positif siswa terhadap pelajaran matematika, sehingga
siswa dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran.
5. Definisi Operasional
Agar
tidak terjadi perbedaan pemahaman mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam
penelitian ini, maka beberapa istilah yang perlu didefinisikan secara
operasional yaitu:
5.1 Pembelajaran
konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang masih
bersifat teacher centered yaitu guru
lebih dominan dalam proses pembelajaran, dimana materi disampaikan langsung
oleh guru dengan ceramah maupun pemberian tugas dan latihan.
5.2 Aspek
kemampuan berpikir kreatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspek
kelancaran (fluency), aspek keluesan
(flexibility), aspek orisinalitas (originality), aspek elaborasi (elaboration), dan aspek evaluasi (evaluation).
BAB II
KAJIAN TEORI
1. Efektivitas
Dalam kampus bahasa Indonesia
efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti ada pengaruhnya, akibatnya.
Efektivitas adalah adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas
dengan sasaran yang dituju dan bagaimana suatu organisasi berhasil mendapatkan
dan memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan operasional
(PeterSalim, 1991, hlm. 33). Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikemukakan
bahwa efektivitas berkaitan dengan terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya
tujuan, ketepatan waktu, dan partisipasi aktif dari anggota.
Hal ini sejalan dengan pengertian efektivitas
menurut tim penyusun kamus pusat pembinaan dan pengembangan bahasa (1989),
efektivitas berarti: (a) ada efeknya (akibat/pengaruh), (b) manjur.mujarab, (c)
membawa hasil guna, dan (d) mulai berlaku. Menurut Wojo Wasito S.DKK. (1991,
hlm. 228) mengartikan efektif adalah berhasil, tepat, sesuai dengan tujuan yang
telah ditentukan sebelumnya.
Menurut Suharsimi
Arikunto (2004, hlm. 51) Efektivitas adalah taraf tercapainya suatu tujuan yang
telah ditentukan, sedangkan Redin (1990, hlm. 51) mengatakan bahwa pengelolaan
yang efektif ialah apabila pengelolaan itu dilakukan dengan kriteria sebagi
berikut. (1) Membuat pekerjaan yang benar, (2) Mengkreasikan alternative-alternative,
(3) Mengoptimalkan sumber-sumber pendidikan, (4) Memperoleh hasil pendidikan,
(5) Menunjukan iakeuntungan pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan efektivitas adalah suatu kondisi yang menunjukan tingkat
tercapainya suatu tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Efektivitas
merupakan standar atau taraf tercapainya suatu tujuan dengan rencana yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Aspek-aspek efektivitas berdasarkan
pendapat Asnawi Sujud (1990, hlm. 151) tentang pengantar efektivitas dapat
dijelaskan bahwa efektivitas suatu program dapat dilihat sebagai berikut:
a. Aspek tugas atau fungsi
Lembaga dikatakan efektif jika
melaksanakan tugas atau fungsinya, begitu juga suatu program pengajaran akan
efektif jika tugas dan fungsinya dapat dilaksanakan dengan baik dan peserta
didik belajar dengan baik.
b. Aspek rencana program
Yang dimaksud dengan rencana atau
program disini adalah rencana pengajaran yang terprogram, jika seluruh rencana
dapat dilaksanakan maka rencana atau programdikatakan efektif.
c. Aspek ketentuan dan aturan
Efektivitas suatu program juga
dapat dilihat dari berfungsi atau tidaknya aturan yang telah dibuat dalam rangka
menjaga berlangsungnya proses kegiatan. Aspek ini mencakup aturan–aturan baik
yang berhubungan dengan guru maupun yang berhubungan dengan peserta didi, jika
aturan ini dilaksanakan dengan baik berarti ketentuan atau aturan telah berlaku
secara efektif.
d.
Aspek tujuan atau kondisi ideal
Dari keempat
aspek di atas dapat disimpulkan bahwa dapat dikatakan efektivitas jika suatu
program atau tujuan maupun tugas dan fungsinya dapat terlaksana dengan baik.
Kriteria
efektivitas yang diharapkan adalah suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat
keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Di bawah ini merupakan kriteria
keefektivan sebagai berikut:
a.
Ketuntasan belajar sekurang-kurangnya 75 % dari jumlah siswa telah memperoleh
nilai ≥ 60 dalam peningkatan hasil belajar.
b. Hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan
antara nilai pretest dan posttest.
c. Metode pembelajaran yang efektif jika ada peningkatan
prestasi belajar siswa dan hasil belajar siswa.
2. Diagram Vee
Model pembelajaran dengan penggunaan Diagram Vee atau sering
juga disebut Heuristik Vee adalah model pembelajaran yang dirancang untuk
memperoleh pemahaman bagaimana pengetahuan dibangun (dikontruksi) dan
digunakan. Model ini dapat membantu siswa dalam menangkap makna pembelajaran
yang diberikan dengan memberikan fokus pertanyaan sebelum pembelajaran
dilaksanakan, sehingga mendorong siswa untuk berpikir. Model pembelajaran
Heuristik vee dalam penelitian ini meliputi langkah langkah yang ditempuh guru
dalam mengelola proses belajar mengajar matematika, yang terdiri dari lima
tahap,yaitu: (1) orientasi, (2) pengungkapan gagasan siswa, (3) pengungkapan
permasalahan, (4) pengkonstruksian pengetahuan baru, dan (5) evaluasi gagasan
siswa.
2.1 Teori Belajar Yang Berkaitan Dengan Heuristik Vee.
Swami (2001) mengemukakan bahwa yang melandasi pembelajaran heuristik vee adalah
teori Burner dan Ausubel.
a.
Teori
Bruner
Pendekatan bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi
Rosser 1984 dalam dahar (2011, hlm. 75).asumsi pertama bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu
proses interaktif, asumsi kedua
ialah orang mengkontruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi
yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya. Asumsi
kedua ini yang melandasi model pembelajaran Heuristik Vee.
b.
Teori Ausubel
Salah satu pernyataan dalam teori
Ausubel adalah bahwa faktor yang paling penting yang mempengaruhi pembelajaran
adalah apa yang telah diketahui siswa (pengetahuan awal). Jadi supaya belajar
jadi bermakna, maka konsep baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang ada
dalam struktur kognitif siswa. Ausubel belum menyediakan suatu alat atau cara
yang sesuai yang digunakan guru untuk mengetahui apa yang telah diketahui oleh
para siswa (Dahar, 2011, hlm. 100).
Selama pembelajaran berlangsung. David
Ausebel memperkenalkan konsep pengatur awal dalam teorinya. Pengatur awal mengarahkan siswa pada materi yang akan mereka
pelajari dan menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan
dan dapat digunakan untuk menanamkan pengetahuan baru (Dahar 2011, hlm. 100).
2.2 Strategi Heuristik Vee
Penyampaian suatu konsep bagi seorang guru harus menentukan terlebih
dahulu strategi mengajar yang akan digunakan, menurut Ruseffendi (1991, hlm. 249)
strategi mengajar yang dipergunakan guru dalam mengolah materi bidang studi
untuk pengajaran, strategi untuk mengajarkan konsep matematika adalah prosedur
dan algoritma yang berkaitan dengan mengajarkan konsep itu.
Strategi pembelajaran Heuristik Vee merupakan strategi pembelajaran yang
telah dikembangkan oleh gowin pada tahun 1984 dengan menggunakan metode huruf
“V” .Gowin dan Novak (1984) mengemukakan the
vee as a heuristic representing the”…contructivist view of knowledge and
ilustrating the epistemological element that interact in the proces of new
knowledge construction.”
Dalam pelaksanaannya strategi heuristik vee membantu siswa memahami
sruktur pengetahuan dan proses bagaimana pengetahuan itu dikonstruksi. Strategi pembelajaran ini juga
merupakan strategi yang bertumpu pada usaha usaha untuk menggali pengetahuan
yang telah di ketahui siswa, serta bagaimana pengetahuan tersebut digunakan
untuk mengatasi siswa dalam memahami solusi dari permasalahan matematis.
Gowin (Dahar, 2011, hlm. 113)
menggunakan huruf “V” untuk menggambarkan strategi pembelajaran yang disajikan pada gambar dibawah ini.
Konseptual
Pertanyaan
kunci Metodelogikal
Teori jawaban jawaban yang Klaim nilai pengetahuan
Mengendalikan pengaruh Interpretasi, Penjelasan
Prinsip / antar bagian
kanan dan
generalisasi
Sistemkonseptual dan
bagian kiri
Hasil Transformasi
Konsep Active
Fakta,Catatan kejadian
Interaksi
Kejadian kejadian/objek
Gambar 1.
Deskripsi Heuristik Vee menurut Gowin
Gambaran dari gambar diatas adalah
secara konseptual peserta didik telah memiliki teori, prinsip-prinsip atau
konsep sebagai dasar materi prasyarat utuk memahami konsep atau teori lain yang
baru untuk mereka, kemudian dari pengetahuan yang mereka miliki siswa mengamati
dan memahami suatu permasalahan.
Secara metodologi siswa diarahkan utuk mengkontruksi konsep atau teori
yang baru bagi mereka, sehingga mereka memiliki catatan kejadian, objek yang
diamati dan memperoleh fakta, dengan begitu mereka memperoleh suatu pemahaman
yang dapat diinterpretasikan melalui tabel, diagram, ataupun grafik dan
menggenaralisasikanya sehingga mampu menyelesaikan permasalahan yang diajukan.
Pada akhirnya peserta didik mampu menyelesaikan permasalahan yang ada dan
membuat suatu value claim.
2.3 Langkah Langkah Heuristik Vee
Langkah langkah memperkenalkan heuristik vee pada siswa (Dahar, 2011, hlm.
113).
Ada enam langkah dalam
memperkenalkan heuristik vee pada siswa:
1.
Mulai
dengan konsep, objek, kejadian-kejadian.
Konsep konsep yang
dimaksud adalah konsep yang telah mereka ketahui sebelumnya. Perkenakan dengan
kejadian sehari hari yang sederhana
2.
Perkenalkan
arti catatan dan pertanyaan kunci.
Untuk mengkstruksi pengetahuan
dibutuhkan konsep untuk mengamati kejadian atau objek,kemudian buat catatan
tentang hasi kejadian yang sesuai dengan pertanyaan kunci
3.
Transformasi
catatan dan klaim pengetahuan
Kegunaan transformasi catatan adalah menyusun pengamatan pengamatan sehingga
memungkinkan menjawab pertanyaan kunci.
4.
Prinsip
dan teori.
Sebelah kiri Vee, diatas konsep-konsep terdapat prinsip-prinsip dan
teori. Prinsip-prinsip di buat oleh para ahli, siswa dalam disiplin ilmu tertentu diharapkan dapat memahaminya. Teori sama dengan prinsip dalam hal teori
menerangkan hubungan antara konsep-konsep,tetapi teori juga menyusun konsep dan prinsip untuk
menerangkan kejadian-kejadian dan klaim tentang kejadian-kejadian. Prinsip menerangkan bagaimana
nampaknya kejadian-kejadian atau
objek, sedangkan teori menerangkan mengapa kejadian- kejadian itu
terjadi demikian.
5.
Klaim
nilai.
Klaim nilai ini akan terbentuk jika mereka telah terbiasa
dengan klaim pengetahuan.
Teori
dibangun dari prinsip-prinsip dan prinsip-prinsip dibangun dari konsep konsep.
Menurut Ruseffendi(1991) dalam Izzati(2010) Prinsip adalah objek yang paling
abstrak sedangkan konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan, benda benda
kedalam contoh dan noncontoh.
Berdasarkan
pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa heuristik vee merupakan strategi
pembelajaran yang memiliki lima fase pembelajaran :
Fase pertama, orientasi
masalah, fase ini bertujuan untuk mengarahkan siswa agar dapat memahami
masalah, Guru memusatkan perhatian siswa dengan menyebutkan beberapa fenomena
dalam kehidupan sehari hari yang berkaitan dengan topik yang akan dipelajari.
Fase kedua,
pengungkapan konsep siswa, pada fase ini guru meminta siswa untuk mengungkapkan
gagasan konseptual yang dimilikinya. Dan menuliskan gagasan tersebut, guru
memancing gagasan-gagasan tersebut dengan pertanyaan- pertanyaan.
Fase ketiga, pengungkapan permasalahan/fokus pertanyaan
(focus question), guru mengajukan permasalahan yang berkaitan dengan masalah
atau penyelidikan yang akan dilakukan siswa dalam bentuk pertanyaan kunci.
Fase keempat,
pengkontruksian pengetahuan baru untuk mengkontruksi pengetahuan baru siswa
diminta memahami permasalahan, setelah memahami permasalahan siswa
mendiskusikan hasil pengamatannya dengan kelompoknya dan membuat komentar atau
penyelesaian serta menuangkannya dalam diagram Vee.
Fase kelima,
evaluasi gagasan siswa yang dikembangkan untuk membantu siswa memahami struktur
pengetahuan dan mengkontruksinya dari pengetahuan yang sudah mereka miliki,
guru berperan sebagai fasilitator dan akhirnya siswa dan guru bersama sama
menggeneralisasikan pengetahuan baru di akhir pelajaran.
Sesuai
langkah langkah diatas, dimodifikasi diagram Vee yang disesuaikan dengan
karakteristik matematika.seperti tampak di bawah ini:
DIAGRAM VEE
Yang
Kamu Pikirkan
Pertanyaan Kunci
Yang kamu lakukan
(konseptual) (Focus Question) (Metodologi)
Apakah kamu mengenal
Hal penting apa yang
Konsep ini sebelumnya? Kamu dapatkan?
Apa yang kamu ketahui
Tulis jawaban yang kamu tentang
konsep sebelumnya dapatkan
Bagaimana cara kamu
Menyelesaikannya
Apa idea yang paling
penting?
Berdasarkan masalah,buatlah
daftar
apa saja yang diketahui
dan apa yang akan dicari.
Masalah
3. Lembar Kerja Siswa (LKS)
3.1. Pengertian LKS
Sumber belajar adalah merupakan bahan/materi untuk menambah ilmu
pengetahuan yang mengandung hal baru bagi siswa. Ardiwinata (Djamarah, 1995,
hlm. 49) berpendapat bahwa sumber-sumber belajar itu dapat berasal dari
manusia, buku, media massa, lingkungan dan media pendidikan. Dengan demikian,
LKS dapat dikategorikan sebagai salah satu sumber belajar yang dapat digunakan
siswa.
Depdiknas (Darusman, 2008, hlm. 17) menyatakan bahwa LKS adalah lembaran
yang berisikan pedoman bagi siswa untukmelaksanakan kegiatan yang terprogram.
Lembaran ini berisi petunjuk, tuntunan pertanyaan dan pengertian agar siswa
dapat mempeluas serta memperdalam pemahamannya terhadap materi yang dipelajari.
Sehingga dapat dikatakan bahwa LKS merupakan salah satu sumber belajar yang
berbentuk lembaran yang berisikan materi secara singkat, tujuan pembelajaran,
petunjuk mengerjakan pertanyan-pertanyaan dan sejumlah pertanyaan yang harus
dijawab siswa.
3.2. Manfaat LKS
Menurut Tim Instruktur PKG (Andayani, 2005, hlm. 10), manfaat LKS dalam
pengajaran matematika adalah :
a. Merupakan alternatif bagi guru
untuk mengarahkan pengajaran atau memperkenalkan
suatu kegiatan tertentu sebagai variasi belajar mengajar.
b. Dapat mempercepat
pengajarandan mempersingkat waktu penyajian materi pelajaran sebab LKS ini
dapat disiapkan diluar jam pelajaran.
c. Memudahkan
penyelesaian tugas perorangan, kelompok, atauklasikal karena tidak setiap
peserta didik dapat memahami persoalan itu pada keadaan bersamaan.
d. Mengoptimalkan penggunaan alat
bantu pengajaran.
e. Membangkitkan minat belajar
siswa jika LKS disusun secara menarik.
3.3. Jenis-Jenis LKS
Menurut Sadiq dalam (Widiyanto, 2008, hlm. 14) LKS dapat dikategorikan
menjadi 2 yaitu sebagai berikut:
a.
Lembar
Kerja Siswa Tak Berstruktur
Lembar kerja
siswa tak berstruktur adalah lembaran yang berisi sarana untuk materi pelajaran,
sebagai alat bantu kegiatan peserta didik yangdipakai untuk menyampaikan
pelajaran. LKS merupakan alat bantu mengajar yang dapat dipakai untuk
mempercepat pembelajaran, memberi dorongan belajar,berisi sedikit petunjuk,
tertulis atau lisan untuk mengarahkan kerja pada peserta didik.
b.
Lembar
Kerja Siswa Berstruktur
Lembar kerja siswa
berstrukturmemuat informasi, contoh dan tugas-tugas. LKS ini dirancang untuk
membimbing peserta didik dalam satu program kerja atau mata pelajaran, dengan
sedikit atau sama sekali tanpa bantuan pembimbing untuk mencapai sasaran
pembelajaran. Pada LKS telah disusun petunjuk dan pengarahannya, LKS ini tidak dapat
menggantikan peran guru dalam kelas. Guru tetap mengawasi kelas, memberi
semangat dan dorongan belajar dan memberi bimbingan pada setiap siswa.
Contoh LKS berstruktur :
1)
LKS
konvensional
LKS ini yang sekarang digunakan di
sekolah-sekolah pada umumnya yang berupa print
out dalam bentuk buku.
2)
LKS
Interaktif
LKS ini dibuat dan dijalankan dengan bantuan perangkat keras
komputer atau CD player. LKS ini dapat memberikan respon umpan balik bagi
siswa.
3.4. Langkah-langkah
Menyusun LKS
Langkah-langkah dalammembuat LKS menurut Rahmawati (2006) adalah sebagai
berikut :
a. Membuat LKS Konvensional
1) Menganalisis Kurikulum
Pada tahap ini halyang dilakukan berupa identifikasi
kurikulum matematika SMP dengan indikator pencapain hasil belajar.
2) Membuat Peta Kebutuhan dan Judul-judul LKS
Menyusun peta kebutuhan LKS yaitu menyusun materi yang
dibutuhkan untuk mencapai indikator yang akan dicapai, kemudian menentukan
Judul-judul yang akan dibuat di LKS.
3) Menulis LKS
Pada tahap ini yang dilakukan adalah menulis LKS dalam bentuk
naskah, naskah ini kemudian dikonsultasikan kepada para pakar. Hal ini
dilakukan agar LKS yang disusun tidak ada kesalahanpada isinya. Ketika naskah
tersebut terdapat kesalahan maka naskah segera diperbaiki dan setelah naskah
tidak terjadi kesalahan maka akan dilanjutkan ke proses mendesain LKS dalam
komputer.
b. Membuat LKS Interaktif
Pada tahap ini halyang dilakukan adalah mendesain LKS dengan
menggunakan program aplikasi Macromedia Flash Pro 8. Desain ini kemudian diberi
animasi supaya lebih menarik tetapi tetap memperhatikan aturan-aturan yang ada.
Setelah itu desain diubah ke format exe untuk digabung dengan web yang akan
diupload ke internet.
3.5. Syarat LKS yang
Baik
Untuk membuat atau menentukan sebuah LKS yang baik, ada beberapa petunjuk
yang harus diperhatikan. Jones (Andayani, 2005, hlm. 9) menyatakanLKS yang baik
untuk diberikan kepada peserta didik, haruslah :
a.
Bahasanya
Komunikatif
LKS yang dibuat
menggunakan bahasa yang menarik, tidak membingungkan siswa dan mudah
dimengerti.
b.
Format
dan Gambar harus Jelas
Format yang
dipakai meliputi tampilan, penggunaan animasi dan gambar background yang sesuai
dengan materi.
c.
Mempunyai
Tujuan yang Jelas
Dapat menyampaikan ide
pokok yang terkandung dalam LKS.
d. Memiliki isian yang
memerlukan pemikiran dan pemprosesan infromasi. Dalam LKS ini siswa dilatih
mencari dan menemukan jawaban.
3.6. Keunggulan dan
Kelemahan LKS
LKS memiliki keunggulan, seperti yang dikatakan oleh Hartati (2003)
sebagai berikut:
a. Membantu siswa
untuk mengembangkan dan memperbanyak kesiapan.
b. Dapat membangkitkan
kegairahan belajar siswa.
c. Mampu mengarahkan cara belajar siswa, sehingga lebih
memiliki motivasi yang kuat untuk belajar giat.
d. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang
dan maju sesuai dengan kemampuan masing-masing
LKS memiliki kelemahan sebagai berikut:
a. Soal-soal yang tertuang pada lembar kerja siswa cenderung
monoton, bisa muncul bagian berikutnya maupun bab setelah itu.
b. LKS hanya melatih siswa untuk menjawab soal, tidak
efektiftanpa ada sebuah pemahaman konsep materi secara benar.
c. Di dalam LKS hanya bisa menampilakan
gambar diam tidak bisa bergerak, sehingga siswa terkadang kurang dapat memahami
materi dengan cepat.
d. Menimbulkan pembelajaran yang membosankan bagi siswa jika
tidak dipadukan dengan media yang lain.
Cara mengatasi kekurangannya tersebut, antara lain:
a. Guru diharapkan
membuat LKS yang memiliki soal-soal yang beragam, sehingga soal-soal tidak
kebanyakan terulang-ulang.
b. Untuk menghindari
siswa yang hanya dilatih untuk mengerjakan soal sebaiknya guru mempunyai buku
pegangan selain LKS dan didalam LKS tidak hanyasoal-soal yang wajib dikerjakan
oleh siswa tetapi sejumlah kegiatan-kegiatan lapang untuk peserta didik juga
perlu.
c. Guru bisa memadukan
antara media cetak dengan media-media yang menunjang, misalnya audio-visual.
d. Untuk menghindari
kebosanan guru sebaiknya menggabung media satu dengan yang lain.
4. Kemampuan Berpikir
Kreatif
4.1
Pengertian
berpikir kreatif
Definisi kreativitas
yang dipopulerkan melalui istilah 4p (person,
press, process, product) yaitu:
1.
Person
Ditinjau
dari aspek pribadi, kreativitas muncul dari interaksi pribadi yang unik dengan
lingkungannya
Factor
pribadi yang kreatif menurut Roger (dalam afifa, 2007):
1. Keterbukaan
kepada pengalaman
2. Kemampuan
untuk memberikan penilaian secara internal sesuai dengan lokus pribadinya,
3. Kemampuan
untuk secara spontan bereksplorasi bermain dengan elemen-elemen dan
konsep-konsep.
Menurut
Sternberg (dalam afifa, 2007) seseorang yang kreatif mampu melihat
hubungan-hubungan antar materi ketika orang lain tidak mampu melihatnya. Selain
itu mampu menganalisis ideidenya sendiri serta mengevaluasi nilai ataupun
kualitas karya pribadinya, mampu menterjemahkan teori dan hal-hal yang abstrak
ke dalam ide-ide praktis, sehingga individu mampu meyakinkan orang lain
mengenai ide-ide yang akan dikerjakan.
2.
Press
Dalam perwujudannya,
kreativitas memerlukan dorongan internal dari diri pribadi dalam hal ini
disebut intrinsic, maupun dorongan
eksternal yang berasal dari lingkungan yang disebut juga ekstrinsic.
3.
Process
Menurut
Torrance (1988) kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya
masalah, membuat dugaan tentang kekurangan (masalah), menilai, menguji dugaan
atau hipotesis, kemudian mengubah dan mengujinya lagi dan menyampaikan
hasil-hasilnya.
4.
Product
Definisi
produk kreativitas menenkankan bahwa apa yang dihasilkan dari proses
kreativitas adalah sesuatu yang baru, orisinil, dan bermakna. Hal ini sejalan
dengan pernyataan Baron (1969) bahwa kreativitas adalah kemampuan menghasilkan
atau menciptakan sesuatu yang baru.
4.2
Ciri-ciri
berpikir kreatif
Munandar(wulansari,
2009, hlm. 36) mengemukakan ciri-ciri pribadi yang kreatif yaitu: imajinatif,
memiliki minat yang kuat, mandiri dalam berpikir, penuh energi atau semangat,
berani mengambil resiko, memiliki pendirian dan keyakinan. Adapun yang termasuk
ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif menurut Munandar (Megalia, 2010, hlm. 14)
sebagai berikut:
1. Fluency
(kelacaran dalam berpikir)
a. Definisi
1. Mencetuskan banyak gagasan, jawaban,
penyelesaian masalah atau pertanyaan
2. Memberikan banyak cara atau saran
untuk melakukan berbagai hal,
3. Selalu memikirkan lebih dari satu
jawaban.
b. Perilaku
1. Mengajukan pertanyaan,
2. Menjawab dengan sejumlah jawaban
jika ada pertanyaan,
3. Mempunyai banyak gagasan mengenai
suatu masalah,
4. Bekerja dengan cepat,
5. Dapat dengan cepat melihat kesalahan
atau kekurangan pada objek atau situasi.
2. Fleksibility(keluesan
dalam berpikir)
a. Definisi
1. Menghasilkan
gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi,
2. Dapat melihat suatu
masalah dari sudut pendang yang berbeda-beda,
3. Mencari banyak
alternative atau arah yang berbeda-beda,
4. mampu mengubah cara
pendekatan atau pemikiran.
b. Perilaku
1. Memberikan
macam-macam interpretasi terhadap suatu gambar, cerita atau masalah,
2. Menerapkan suatu
konsep atau asas dengan cara yang berbeda-beda,
3. Jika diberi suatu
masalah biasanya memikirkan macam-macam
cara yang berbeda untuk memecahkannya.
3. Originality (orisinalitas dalam bepikir)
a. Definisi
1. Mampu melahirkan
ungkapan yang baru dan unik,
2. Memikirkan cara
yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri,
3. Mampu membuat
kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur.
b. Perilaku
1. Memikirkan
masalah-masalah atau hal-hal yang tidak pernah dipikirkan orang lain,
2. Mempertanyakan
cara-cara lama dan berusaha memikirkan cara-cara yang baru,
3. Memiliki cara
berpikir lain daripada yang lain,
4. Lebih senang
menyintesis daripada menganalisis situasi.
4.
Elaboration
a. Definisi
4. Mampu
memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk.
5. Menambahkan
atau memperinci detail-detail dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga
lebih menarik.
b. Perilaku
1.
Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan
melakukan langkah-langkah yang terperinci,
2. Mengembangkan atau
memperkaya gagasan orang lain,
6.
Mencoba menguji detail-detail untuk melihat arah yang akan ,ditempuh,
7.
Mempunayi rasa keindahan yang kuat sehingga tidak puas dengan enampilan yang
kosong dan sederhana,
8.
Menambahkan garis-garis atau warna dan detail-detail terhadap gambarnya sendiri
atau orang lain,
9.
Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan
melakuakan langkah-langkah yang terperinci,
5. Evaluation (Ketrampilan
mengevaluasi)
a. Definisi
1. Menentukan
patokan evaluasi sendiri dan menentukan apakah suatu pertanyaan benar, suatu
rencana sehat atau suatu tindakan bijaksana,
2. Mampu
mengambil keputusan terhadap situasi yang terbuka
3. Tidak
hanya mencetuskan gagasan tetapi juga melaksanakannya
b.
Perilaku
1. Memberikan
pertimbangan atas dasar sudut pandangnya sendiri,
2. Menganalisis
masalah atau penyelesaian secara kritis dengan selalu menanyakan “mengapa”,
3. Mempunyai
alas an yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mencapai suatu keputusan,
4. Pada
waktu tertentu tidak menghasilkan gagasan tetapi menjadi peneliti atau penilai
yang kritis,
5. Merancang
suatu rancana kerja dari gagasan-gagasan yang tercetus.
Berdasarkan uraian di
atas, kita mengetahui bahwa pengertian berpikir kreatif adalah siswa mampu
menentukan dan menyelesaikan masalah dan dapat menciptakan gagasan, cara,
metode, dan proses yang baru dan inovatif dalam menyelesaikan masalah
matematika dengan indikatornya adalah fluency, flexibility, originality, elaboration,
dan evaluation.
5. Penelitian Yang Relevan
5.1 Eri Febrianti
(2006)
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan pada kelas X di salah satu SMA di kota Bandung dapat disimpulkan
bahwa penggunaan Diagram Vee dalam pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa.
5.2
Dudy Syafrudin (2008)
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan pada kelas X di salah satu SMA di kota Bandung dapat disimpulkan
bahwa penggunaan Diagram Vee dalam pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan
representasi matematis dan motivasi siswa.
5.3
Desita purwati sundari
(2011)
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan pada kelas VIII di salah satu SMP di daerah Bandung dapat disimpulkan
bahwa penggunaan Diagram Vee dalam pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan
penalaran induktif siswa.
6.
Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan
penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lain maka peneliti membuat
hipotesis bahwa penggunaan Diagram Vee dan LKS dapat meningkatkan kemampuan
kreatif matematis siswa.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
Metode
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi-eksperimen, sebab
pada penelitian ini peneliti tidak akan memilih siswa secara acak untuk
dikelompokkan menjadi kelas eksperimen dan kelas kontrol, tetapi peneliti
menggunakan kelas yang ada. Menurut Ruseffendi (2005:52) pada penelitian kuasi
eksperimen subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima
keadaan subjek seadanya. Pemilihan sampel secara tidak acak dilakukan dengan
pertimbangan bahwa pihak sekolah tidak ingin membentuk kelas yang baru yang
menyebabkan perubahan jadwal yang ada, sehingga peneliti menggunakan kelas yang
sudah ada.
Desain
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain kelompok control
non-ekuivalen (the nonequivalent control
group design), dimana pada desain penelitian ini melibatkan dua kelompok
yang tidak dipilih secara acak. Kelompok pertama memperoleh perlakuan yaitu
pembelajaran dengan menggunakan Diagram Vee dan LKS, sedangkan kelompok lainnya
memperoleh pembelajaran konvensional. Masing-masing kelompok diberi tes
sebanyak dua kali, yaitu sebelum perlakuan (pretes) dan sesudah perlakuan
(postes). Kemudian dilihat perbedaan peningkatan kemampuan kreatif matematis
siswa antara kedua kelompok. Dengan demikian maka desain penelitiannya
(Ruseffendi, 2005:53) adalah sebagai berikut:
O X O
O O
Keterangan:
O : pretes atau postes
X : perlakuan berupa pembelajaran dengan menggunakan Diagram Vee dan LKS
B. Subjek Penelitian
Penelitian ini
akan dilaksanakan di sebuah SMP Bandung. Populasi dalam penelitian ini adalah
siswa kelas VII. Pertimbangan
yang diambil yaitu pola pikir siswa sudah masuk pada tahap operasi formal.
C. Instrument Penelitian
Instumen penelitian yang digunakan adalah tes dan non tes. Tes yang
digunakan untuk mengukur penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan.
Bentuk tes yang digunakan adalah tes uraian, sedangkan bentuk non tesnya adalah
angket, lembar observasi dan wawancara. Sebelum soal tes digunakan dalam
penelitian, perlu dilakukan uji coba untuk memperoleh Validitas, Realibilitas,
Daya Pembeda, dan Indeks Kesukaran. Uji coba soal-soal tes dilakukan pada kelas
X SMAN 2 Bandung. Instrumen yang digunakan adalah sebagai berikut:
a.
Validitas Soal
Suatu alat evaluasi dapat
dikatakan valid apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya
dievaluasi. Pada penelitian ini digunakan korelasi produk moment memakai angka
kasar (raw score) dalam menentukan
koefisien validitas soal. Untuk validitas soal, dilakukan pengujian validitas
tiap butir dan validitas banding. Dalam penelitian ini
untuk mengetahui validitas instrumen dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment
Pearson sebagai berikut:
= banyak testi
= koefisien korelasi antara variabel X dengan variable
Y.
, simpangan terhadap rata-rata dari setiap data pada kelompok
variabel X.
, simpangan terhadap rata-rata dari setiap data pada kelompok
variabel Y.
Menurut J.P. Guilford (Suherman, 2003: 113), koefisien validitas dibagi ke dalam kategori-kategori seperti berikut ini.
validitas sangat
tinggi (sangat baik),
validitas tinggi (baik),
validitas sedang (cukup),
validitas rendah (kurang),
validitas sangat rendah, dan
tidak valid.
b.
Realibilitas Soal
Reliabilitas adalah instrumen cukup dapat dipercaya
untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen itu sudah baik.
Instrumen yang reliabel berarti instrumen tersebut cukup baik sehingga mampu
mengungkap data yang bisa dipercaya. Koefisien relibilitas soal tipe uraian dihitung dengan
menggunakan rumus Cronbach Alpha, yaitu:
Tolak
ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi dapat
digunakan tolak ukur yang dibuat oleh J.P. Guilford (Suherman, 2003: 139)
sebagai berikut.
derajat
reliabilitas sangat rendah
derajat
reliabilitas rendah
derajat
reliabilitas sedang
derajat
reliabilitas tinggi
derajat
reliabilitas sangat tinggi
c. Daya Pembeda
Daya
pembeda (DP) dari suatu butir soal menyatakan suatu kemampuan yang dimiliki
oleh butir soal tersebut dalam membedakan antara testi yang mengetahui
jawabannya dengan benar (pandai) dengan testi yang tidak dapat menjawab soal
tersebut (atau testi yang menjawab salah). Dalam hal ini, daya pembeda sebuah
butir soal merupakan kemampuan yang dimiliki oleh butir soal itu untuk
membedakan antara testi (siswa) yang pandai (kemampuan tinggi) dengan siswa
yang berkemampuan rendah.
Rumus untuk menentukan daya pembeda
soal tipe uraian adalah
dengan:
= rata-rata skor kelompok atas untuk soal itu,
= rata-rata skor
kelompok bawah untuk soal itu,
= skor maksimal ideal
(bobot).
Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda yang
benyak digunakan adalah:
sangat jelek
jelek
sedang
tinggi
sangat tinggi
d. Indeks Kesukaran Soal
Suatu
hasil dari alat evaluasi dikatakan baik akan menghasilkan skor atau nilai yang
membentuk distribusi normal. Jika soal tersebut terlalu sukar, maka frekuensi
distribusi yang paling banyak terletak pada skor yang rendah karena sebagian
yang besar mendapat nilai yang jelek. Sebaliknya jika soal yang diberikan
terlalu mudah, maka frekuensi distribusi yang paling banyak pada skor yang
tinggi, karena sebagian besar siswa mendapat nilai baik.
Derajat
kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan yang disebut indeks
kesukaran. Bilangan tersebut adalah bilangan real pada interval 0,00 sampai
dengan 1,00. Soal dengan indeks kesukaran mendekati 0,00 berarti butir soal
tersebut terlalu sukar, sebaliknya soal dengan indeks kesukaran 1,00 berarti
soal tersebut terlalu mudah. Pengujian indeks kesukaran ini dilakukan pada dua
tipe soal yaitu tipe objektif dan tipe uraian.
Rumus untuk menentukan indeks kesukaran
butir soal, yaitu:
Klasifikasi indeks kesukaran yang paling banyak digunakan adalah:
e. Angket
Angket
digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan diagram
vee dan LKS, dilakukan setelah berakhirnya kegiatan pembelajaran. Angket ini
berisi tentang respon siswa terhadap pelajaran matematika, model dan metode
pembelajaran matematika yang digunakan.
f. Lembar Observasi
Lembar
observasi yang digunakan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui atau
mengukur aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
Hal-hal yang tidak terlaksana pada proses pembelajaran diperbaiki pada proses
pembelajaran selanjutnya.
g. Wawancara
Data yang diperoleh dari jurnal dianalisis dengan mengelompokkan respon siswa ke dalam kelompok respon positif
dan negatif.
D. Prosedur Penelitian
1.
Tahap Persiapan
Dalam tahap persiapan dilakukan kegiatan sebagai berikut:
a)
Pengkajian masalah beserta latar
belakangnya dan studi literatur.
b)
Pencarian lokasi penelitian untuk
dijadikan populasi dalam penelitian.
c)
Pemilihan materi ajar untuk bahan
ajar yang akan dikembangkan.
d)
Pembuatan proposal penelitian.
2.
Tahap Pelaksanaan
Dalam tahap pelaksanaa dilakukan kegiatan sebagai berikut:
a)
Merancang desain bahan ajar yang menggunakan
diagram vee dan LKS.
b)
Membuat instrumen yang
diperlukan, yaitu tes kemampuan berfikir kreatif, angket, lembar observasi dan
pedoman wawancara untuk kemudian dihitung validitas, realibilitas, daya pembeda
dan indeks kesukaran.
c)
Pemilihan sampel penelitian,
yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
d)
Pemberian pretes pada kedua
kelompok untuk mengetahui kemampuan berfikir tingkat tinggi siswa.
e)
Memberikan perlakuan (pembelajaran) kepada
kelompok pertama dengan menggunakan diagram vee dan LKS, sedangkan kelompok
yang kedua menggunakan metode konvensional.
f)
Selama pembelajaran, peneliti
menggunakan lembar observasi.
g)
Pemberian postes pada kedua kelompok
untuk mengetahui peningkatan kemampuan kreatif siswa setelah diberikan
perlakuan
h)
Pemberian angket skala sikap
terhadap siswa untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan
diagram vee dan LKS.
i)
Melakukan wawancara terhadap guru
tentang responnya terhadap pembelajaran dengan
menggunakan diagram vee dan LKS.
3.
Tahap Penyelesaian
Dalam tahap pelaksanaa dilakukan kegiatan sebagai berikut:
a)
Pengumpulan data hasil penelitian.
b)
Pengolahan data hasil penelitian.
c)
Analisis data hasil penelitian.
d)
Penyimpulan data hasil penelitian.
e)
Penulisan laporan hasil
penelitian.
E. Analisis Data
Data yang telah diperoleh
dalam penelitian ini harus diolah terlebih dahulu. Terdapat dua jenis data yang
diperoleh dalam penelitian ini, yaitu data kuantitatif dan kualitatif. Data
kuantitaif diperoleh dari hasil pretes dan postes, sedangkan data kualitatif
diperoleh dari hasil pengisian angket, wawancara dan lembar observasi.
1. Analisis terhadap Data
Kuantitatif
Data kuantitatif yang
diperoleh berupa hasil pretes dan postes
kedua kelompok kelas eksperimen dan
kelas kontrol. Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk menjawab hipotesis
yang diajukan. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji
statistik.
Data peningkatan kemampuan berpikir
tingkat tinggi siswa dari kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh dari
indeks gain. Peningkatan yang
terjadi, sebelum sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus g-faktor (N-Gain)
menurut Hake (Dahlia, 2008:43) sebagai berikut :
Kriteria indeks gain
menurut Hake disajikan dalam tabel berikut:
Tabel Interpretasi Gain
Besarnya
gain (g)
|
Interpretasi
|
g 0,7
|
Tinggi
|
0,3 g < 0,7
|
Sedang
|
g < 0,3
|
Rendah
|
Langkah-langkah dalam
melakukan uji statistik data hasil tes adalah sebagai berikut:
a)
Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk
mengetahui apakah data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau
tidak. Uji normalitas ini dilakukan terhadap skor pretes, postes dan indeks gain pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol.
Hipotesis yang digunakan:
H0 = Data berdistribusi normal;
H1 = Data tidak berdistribusi normal.
Untuk uji normalitas perhitungan dilakukan
menggunakan SPSS versi 17.0, dengan pedoman untuk mengambil kesimpulan adalah:
·
Signifikansi < 0,05, distribusi
adalah tidak normal (tidak simetris).
·
Signifikansi 0,05, distribusi adalah normal (simetris).
Nilai signifikansi pada SPSS dapat dilihat
pada tabel Test of Normality di kolom Kolmogorov-Smirnov dan atau
Shapiro Wilk. Atau bila menguji data dengan plot, data berditribusi
normal bila data berada di sekitar garis.
b)
Uji Homogenitas Dua Varians
Uji homogenitas dua variansi digunakan jika data
dari kedua kelas tersebut berdistribusi normal. Uji homogenitas varians
bertujuan untuk mengetahui apakah kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki
varians yang homogen atau tidak.
Hipotesis yang digunakan adalah:
H0 = = (Variannya
homogen)
H1 = (Variannya
tidak homogen)
dengan:
: variansi kelas kontrol
: variansi kelas eksperimen
Untuk uji homogenitas perhitungan dilakukan
menggunakan SPSS versi 17.0, dengan pedoman untuk mengambil kesimpulan adalah:
·
Nilai signifikansi < 0,05, data
berasal dari populasi yang tidak memiliki varians yang sama (tidak homogen).
·
Nilai signifikansi 0,05, data berasal dari populasi yang memiliki
varians yang sama (homogen).
Nilai signifikansi pada SPSS dapat dilihat
pada tabel Test of Homogeinity of variance di baris Based on Mean.
c)
Uji Perbedaan Dua Rata-Rata
Uji perbedaan dua rata-rata bertujuan
untuk mengetahui perbedaan rata-rata yang signifikan antara kemampuan
komunikasi mateamatis siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Jika data
dari kedua kelas berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen, maka
dilanjutkan dengan uji perbedaan dua rata-rata.
2.
Analisis terhadap Data Kualitatif
a)
Angket
Angket adalah suatu alat pengumpul data yang berupa
serangkaian pertanyaan atau pernyataan yang diajukan kepada siswa. Angket
digunakan untuk mengukur aspek afektif siswa. Angket yang diberikan memuat
pernyataan yang disajikan dalam dua
jenis pernyataan, yaitu pernyataan positif dan pernyataan negative. Setiap
pilihan siswa diberi skor tertentu. untuk pernyataan negatif, skor 5 diberikan
untuk siswa yang menjawab sangat tidak setuju ( STS), skor 4 untuk siswa yang
menjawab tidak setuju (TS), skor 2 untuk siswa yang menjawab setuju (S) dan
skor 1 untuk siswa yang menjawab SS. Sebaliknya, ntuk pernyataan positif,
apabila siswa menjawab sangat setuju (SS) maka diberi skor 5, apabila menjawab
setuju (S) maka diberi skor 4, apabila siswa menjawab tidak setuju (TS) maka diberi skor 2 dan apabila siswa menjawab
sangat tidak setuju (STS) maka diberi
skor 1. Angket diberikan setelah seluruh pembelajaran dilakukan (pertemuan
terakhir) pada kelas eksperimen. Angket bertujuan untuk mengetahui kesan siswa
dalam pembelajaran yang telah dilakukan dengan metode accelerated learning.
Data angket siswa yang terkumpul selanjutnya ditabulasi kemudian
dilakukan perhitungan dengan persentase yang rumusnya sebagai berikut:
Keterangan:
p = persentase jawaban
f = frekuensi jawaban
n = banyaknya responden
Setelah diperoleh
persentasenya, dilakukan penafsiran data atau interpretasi data angket dengan
mengadaptasi interpretasi menurut kriteria Hendro sebagai berikut:
Tabel Penafsiran Hasil Angket
Persentase
|
Tafsiran Kualitatif
|
Tak seorangpun
|
|
Sebagian kecil
|
|
Hampir setengahnya
|
|
Setengahnya
|
|
Sebagian besar
|
|
Hampir seluruhnya
|
|
Seluruhnya
|
Setelah angket terkumpul dan diolah dengan menggunakan cara penskoran
skala Likert, seorang subjek dapat digolongkan pada kelompok responden yang
memiliki sikap positif dan sikap negatif. Menurut Suherman (2003, 191), hal
tersebut dapat dilakukan dengan cara menghitung rerata skor subjek. Jika nilai
reratanya lebih besar dari 3, maka responden bersikap positif, dan sebaliknya
jika nilai reratanya kurang dari 3, maka responden bersikap negatif. Rerata
skor subjek makin mendekati 5, berarti sikapnya semakin positif, dan sebaliknya
jika mendekati 1, berarti sikapnya semakin negatif.
b)
Lembar Observasi
Lembar Observasi yang digunakan pada penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui atau mengukur aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran
berlangsung. Hal-hal yang tidak terlaksana pada proses pembelajaran diperbaiki
pada proses pembelajaran selanjutnya.
c)
Wawancara
Wawancara adalah kegiatan untuk memperjelas sesuatu yang
dirasakan mengganggu, aneh, tidak serupa dengan yang lainnya atau mengungkapkan
sikap yang sesungguhnya. (Ruseffendi, 2005: 134). Dalam penelitian ini
wawancara dilakukan untuk mengetahui respon guru yang sebenar-benarnya terhadap
pembelajaran dengan menggunakan diagram vee dan LKS.
DAFTAR PUSTAKA
Hasanah, A. (2008). Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa
SMA di Kota Bandung dan Cimahi. Hibah kompetitif UPI. Tidak diterbitkan
Kuraesin, Ecin. (2009). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif
Siswa SMA Menggunakan Pembelajaran dengan Metode IMPROVE. Skripsi Jurusan
Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung. Tidak diterbitkan
Nurdin, N. (2010). Studi Komparatif Problem Centered Learning dengan Discovery Learning untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa. Skripsi Jurusan
Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung. Tidak diterbitkan
Sundari, Desita P. (2011). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan
Strategi Heuristik Vee dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif
Siswa SMP. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung. Tidak
diterbitkan
Tyas, Wahyu H. (2013). Pengaruh Pemberian Tugas Creative Mind Map
Setelah Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Dan
Kreativitas Matematik Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA
UPI Bandung. Tidak diterbitkan
0 komentar:
Posting Komentar