Ditulis oleh; Dito Alif Pratama
Menurut
penulis kitab kuning yang dimaksud di sini adalah buku-buku klasik tentang
tafsiran dan penjabaran ajaran islam yang ditulis oleh para salafusholih atau
para ulama terdahulu. Kitab kuning merupakan bagian tak terpisahkan dari
kebudayaan dan kegiatan setiap santri di pesantren, terutama pesantren salaf.
Para
orientalis telah salah penafsiran terhadap konsep perempuan dalam kitab Uqudul Lujain Fi Bayaan Huquqiz-zawjain
karangan Syeikh Muhammad Umar an-Nawawi dari Banten. Kitab tersebut menguraikan
beberapa hak dan kewajiban sumai-istri dalam membangun keluarga yang sakinah, mawadah, dan warahmah. Bahasa
dan pengembangan gagasan dalam kitab ini sesuai dengan kultur kehidupan
masyarakat di tanah air.
Namun,
ada beberapa bagian pembahasan yang dianggap kaum orientalis sebagai sebuah
kejanggalan. Salah satunya pada pembahasan hadis “manakala isteri berbuat
durhaka pada suaminya, maka ia akan memperoleh laknat dari Allah, malaikat, dan
seluruh manusia”, juga hadis “manakala isteri bermuka masam di depan wajah
suaminya, maka ia berada dalam kemurkaan Allah” dan masih banyak lainnya.
Selain
itu ada yang beranggapan bahwa pada dasarnya semua suku kata dalam Alquran dan
kitab kuning didominasi oleh mudzakkar
(laki-laki), kecuali dalam hal-hal tertentu yang dikhususkan untuk muannnats (perempuan). Hal demikian
menurut kaum orientalis merupakan sebuah penghinaan dan perendahan kedudukan
dan harga diri seorang perempuan.
Achmad
Satori Ismail (2000) mengatakan bahwa ketidakpahaman seseorang dalam memahami
islam secara integral dikarenakan dua hal. Pertama,
masalah syariat seringkali dicampur adukkan dengan masalah fiqih. Kedua, sering mengerucutkan suatu kasus
yang belum berlaku umum.
Menurut
penulis hal yang harus kita mengerti bahwa alasan secara umum kitab kuning
menempatkan laki-laki di atas perempuan menurut Masdar F. Mas’udi (2000) adalah
pertama, para penulis kitab kuning
hampir semuanya adalah laki-laki, sehingga bias gender pun menjadi sulit untuk
dihindari. Kedua, kitab kuning adalah
produk budaya zamannya, zaman pertengahan yang didominasi oleh citra rasa
budaya yang secara keseluruhan memang laki-laki.
Sumber; majalah santri hlm. 10
0 komentar:
Posting Komentar