2. 1
Masalah-masalah Siswa di Sekolah
Siswa
di sekolah sebagai manusia (individu) dapat dipastikan memiliki masalah, tetapi
kompleksitas masalah-masalah yang dihadapi oleh individu yang satu dengan yang
lainnya tentulah berbeda-beda. Tohirin (2007: 111) mengungkapkan bahwa siswa di
sekolah akan mengalami masalah-masalah yang berkenaan dengan:
1)
Perkembangan
individu,
2)
Perbedaan
individu dalam hal: kecerdasan, kecakapan, hasil belajar, bakat, sikap,
kebiasaan, pengetahuan, kepribadian, cita-cita, kebutuhan, minat, pola-pola dan
tempo perkembangan, ciri-ciri jasmaniah, dan latar belakang lingkungan,
3)
Kebutuhan
individu dalam hal: memperoleh kasih sayang, memperoleh harga diri, memperoleh
penghargaan yang sama, ingin dikenal, memperoleh prestasi dan posisi, untuk
dibutuhkan orang lain, merasa bagian dari kelompok, rasa aman dan perlindungan
diri, dan untuk memperoleh kemerdekaan diri,
4)
Penyesuaian
diri dan kelainan tingkah laku,
5)
Masalah
belajar.
M. Hamdan Bakran Adz-Dzaky (2004)
mengklasifikasikan masalah individu termasuk siswa sebagai berikut:
1)
Masalah
atau kasus yang berhubungan problematika individu dengan Tuhannya
2)
Masalah
individu dengan dirinya sendiri
3)
Individu
dengan lingkungan keluarga
4)
Individu
dengan lingkungan kerja
5)
Individu
dengan lingkungan sosialnya
Beberapa
contoh masalah-masalah di sekolah yang dikemukakan dalam Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling (halaman 58).
1.
Prestasi belajar
rendah; di bawah rata-rata; merosot
Kemungkinan
sebab:
-
Tingkat kecerdasan di
bawah rata-rata;
-
Malas belajar;
-
Kurang minat dan
perhatian, dll;
Kemungkinan
akibat:
-
Minat belajar semakin
berkurang;
-
Tidak naik kelas;
-
Dikeluarkan dari
sekolah;
2.
Kurang berminat pada
bidang studi tertentu
Kemungkinan
sebab:
-
Tidak memiliki bakat
dalam bidang tersebut;
-
Lingkungan tidak
menyokong untuk pengembangan bidang tersebut;
-
Proses belajar
mengajar untuk bidang tersebut tidak menyenangkan, dll;
Kemungkinan
akibat:
-
Pindah jurusan;
-
Terjadi
ketidaksesuaian antara keinginan orang tua dan pilihan siswa;
-
Kegiatan belajar untuk
bidang-bidang studi lain menjadi terganggu.
3.
Bentrok dengan guru
Kemungkinan
sebab:
-
Tidak menyukai bidang
studi yang diajarkan oleh guru tersebut;
-
Siswa berbuat
kesalahan dan ketika ditegur oleh guru tersebut siswa tidak mau menerima
teguran itu, dll;
Kemungkinan
akibat:
-
Memperoleh nilai
“mati” dari guru yang bersangkutan;
-
Hubungan dan kegiatan
belajar dengan guru-guru lain menjadi terganggu;
-
Tidak naik kelas atau
dikeluarkan dari sekolah.
4.
Melanggar tata tertib
Kemungkinan
sebab:
-
Tidak begitu memahami
kegunaan masing-masing aturan atau tata tertib yang berlaku di sekolah, aturan
tersebut tidak didiskusikan dengan siswa sehingga siswa hanya terpaksa
mengikutinya;
-
Siswa yang
bersangkutan terbiasa hidup terlalu bebas, baik di rumah maupun di masyarakat,
dll;
Kemungkinan
akibat:
-
Tingkah laku siswa
makin tidak terkendali;
-
Terjadi kerenggangan
hubungan antara guru dan murid;
-
Suasana sekolah
dirasakan kurang menyenangkan bagi siswa, dll;
5.
Membolos
Kemungkinan
sebab:
-
Tak senang dengan
sikap dan perilaku guru;
-
Merasa kurang
mendapatkan perhatian dari guru;
-
Merasa dibeda-bedakan
oleh guru, dll;
Kemungkinan
akibat:
-
Minat terhadap
pelajaran akan semakin kurang;
-
Gagal dalam ujian;
-
Hasil belajar yang
diperoleh tidak sesuai dengan potensi yang dimiliki, dll;
6.
Terlambat masuk
sekolah
Kemungkinan
sebab:
-
Jarak antara sekolah
dan rumah jauh;
-
Kesulitan kendaraan;
-
Terlalu banyak
kegiatan di rumah, membantu orang tua, dll;
Kemungkinan
akibat:
-
Nilai rendah;
-
Tidak naik kelas;
-
Hubungan dengan guru
terganggu, dll;
7.
Pendiam
Kemungkinan
sebab:
-
Berwatak introvert;
-
Kurang sehat;
-
Mengalami gangguan
dengan organ bicara, dll;
Kemungkinan
akibat:
-
Tidak disukai kawan
dan pergaulan terganggu;
-
Kurang mampu
mengembangkan penalaran melalui komunikasi lisan.
8.
Kesulitan alat
pelajaran
Kemungkinan
sebab:
-
Orang tua tidak mampu;
-
Pemboros sehingga uang
yang tersedia untuk alat-alat pelajaran terbelanjakan untuk yang lain;
-
Kurang akrab dengan
kawan sehingga tidak dapat meminjam alat pelajaran yang diperlukan dari kawan,
dll;
Kemungkinan
akibat:
-
Tertinggal dalam
pelajaran;
-
Semangat belajar
menurun;
-
Tugas-tugas tidak
selesai dan nilai rendah;
9.
Bertengkar atau
berkelahi
Kemungkinan
sebab:
-
Pengendalian diri
kurang;
-
Mau menang sendiri;
-
Merasa jagoan, dll;
Kemungkinan
akibat:
-
Tidak disukai kawan
dan guru;
-
Luka;
-
Melalaikan pelajaran,
dll;
10. Sukar
menyesuaikan diri
Kemungkinan
sebab:
-
Mau menang sendiri;
-
Memiliki standar yang
berbeda dengan standar yang ada;
-
Banyak mengalami
kekecewaan dalam berhubungan dengan orang lain, dll;
Kemungkinan
akibat:
-
Sosialitas kurang
berkembang sehingga kurang mendapat keuntungan dari pergaulannya dengan orang
lain;
-
Tidak dapat mengambil
manfaat dari lingkungan demi pengembangan dirinya.
2. 2
Pendekatan-pendekatan Umum dalam Bimbingan dan Konseling
2.2.1
Pendekatan
Krisis
Pendekatan
krisis adalah upaya bimbingan yang diarahkan kepada individu yang mengalami
krisis atau masalah. Bimbingan bertujuan untuk mengatasi krisis atau masalah-masalah yang
dialami individu. Dalam pendekatan krisis ini, guru BK menunggu siswa yang
datang, selanjutnya mereka memberikan bantuan sesuai dengan masalah yang
dirasakan siswa.
2.2.2
Pendekatan
Remedial
Pendekatan
remedial adalah upaya bimbinngan yang diarahkan kepada individu yang mengalami
kesulitan. Tujuan bimbingan adalah untuk memperbaiki kesulitan-kesulitan yang
dialami individu. Dalam pendekatan ini guru BK memfokuskan pada kelemahan-kelemahan
individu yang selanjutnya berupaya untuk memperbaikinya.
2.2.3
Pendekatan
Preventif
Pendekatan
preventif adalah upaya bimbingan yang diarahkan untuk mengantisipasi masalah-masalah umum
individu dan mencoba jangan sampai terjadi masalah tersebut pada individu. Guru
BK berupaya untuk mengajarkan pengetahuan dan keterampilan untuk mencegah
masalah tersebut pada individu.
2.2.4
Pendekatan
Perkembangan
Bimbingan dan konseling yang berkembang pada saat ini adalah
bimbingan dan konseling perkembangan. Visi bimbingan dan konseling adalah edukatif, pengembangan, dan outreach. Edukatif karena titik berat kepedulian
bimbingan dan konseling terletak pada pencegahan dan pengembangan, bukan pada
korektif atau terapeutik, walaupun hal itu tetap ada dalam kepedulian bimbingan
dan konseling perkembangan. Pengembangan,
karena titik sentral tujuan bimbingan dan konseling adalah perkembangan optimal
dan strategi upaya pokoknya ialah memberikan kemudahan perkembangan. Outreach, karena target populasi layanan
bimbingan
dan konseling tidak terbatas kepada individu bermasalah dan dilakukan secara
individual tetapi meliputi ragam dimensi (masalah, target intervensi, setting,
metode, lama waktu layanan) dalam rentang yang cukup lebar. Teknik yang
digunakan dalam bimbingan dan konseling perkembangan adalah pembelajaran,
pertukaran informasi, bermain peran, tutorial, dan konseling (Muro and Kottman,
1995:5)
2. 3
Strategi Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling
Istilah
strategi berasal dari kata benda strategos,
merupakan gabungan kata stratos
(militer) dengan ago (memimpin).
Sebagai kata kerja, stratego berarti
merencanakan (to plan). Menurut kamus
The American Herritage Dictionary
(1976: 1273) (Nurihsan, 2007: 9) dikemukakan bahwa ‘strategy is the scince or art of military command as applied to overall
planning and conduct of large-scale combat operations’. Selanjutnya,
dikemukakan pula bahwa strategi adalah ‘the
art or skill of using stratagems (a military manoeuvre) designed to deceive or
surprise an enemy in politics, business, courtships, or the like’.
Pada
awalnya, strategi berarti kegiatan memimpin militer dalam menjalankan
tugas-tugasnya di lapangan. Konsep strategi yang semula diterapkan dalam
kemiliteran dan dunia politik, kemudian banyak diterapkan pula dalam bidang
manajemen, dunia usaha, pengadilan, dan pendidikan (Bracker dalam Nurihsan,
2007). Dengan semakin luasnya penerapan strategi, Mintberg dan Waters
(Nurihsan, 2007: 9) mengemukakan bahwa strategi adalah pola umum tentang
keputusan atau tindakan.
Strategi
bimbingan dan konseling dapat berupa konseling individual, konsultasi,
konseling kelompok, bimbingan kelompok, dan pengajaran remedial, bimbingan
klasikal, dan strategi terintegrasi.
2.3.1
Konseling
Individual
Konseling
individual adalah proses belajar melalui hubungan khusus secara pribadi dalam
wawancara antara guru BK dan siswa. Siswa yang mengalami masalah pribadi yang
sulit atau tidak bisa diselesaikan sendiri, kemudian meminta bantuan kepada guru
BK sebagai petugas yang profesional dalam jabatannya dengan pengetahuan dan
keterampilan psikologi.
Menurut
Nurihsan (2007: 11) teknik yang digunakan dalam konseling individual yaitu: a) Menghampiri
siswa; b) empati; c) refleksi; d) eksplorasi; e) menangkap pesan utama; f)
bertanya untuk membuka percakapan; g) bertanya tertutup; h) dorongan minimal;
i) interpretasi; j) mengarahkan; k) menyimpulkan sementara; l) memimpin; m)
memfokus; n) konfrontasi; o) menjernihkan; p) memudahkan; q) diam; r) mengambil
inisiatif; s) memberi nasihat; t) memberi informasi; u) merencanakan; dan v)
menyimpulkan.
Secara
umum Nurihsan (2007) membagi proses konseling individual ke dalam tiga tahapan
yaitu: a) tahap awal konseling, b) tahap pertengahan konseling, dan c) tahap akhir
konseling.
a)
Tahap Awal Konseling
Tahap
awal ini terjadi sejak siswa bertemu dengan guru BK hingga berjalan proses
konseling dan menemukan definisi masalah siswa. Adapun yang dilakukan guru BK
dalam proses konseling tahap awal adalah sebagai berikut:
1)
Membangun hubungan
konseling dengan melibatkan siswa yang mengalami masalah
2)
Memperjelas dan
mendefinisikan masalah
3)
Membuat penjajakan
alternatif bantuan untuk mengatasi masalah
4)
Menegosiasikan kontrak
b)
Tahap Pertengehan
Konseling (Tahap Kerja)
Berdasarkan
kejelasan masalah siswa yang disepakati pada tahap awal, kegiatan selanjutnya
adalah memfokuskan pada: penjelajahan masalah yang dialami siswa, dan bantuan
apa yang akan diberikan berdasarkan penilaian kembali apa-apa yang telah
dijelajahi tentang masalah siswa. Cavanagh (Nurihsan, 2007: 14) menyebut tahap
ini sebagai tahap action.
Adapun
tujuan pada tahap pertengahan ini adalah sebagai berikut:
1)
Menjelajahi dan
mengeksplorasi masalah serta kepedulian siswa dan lingkungannya dalam mengatasi
masalah tersebut.
2)
Menjaga agar hubungan
konseling selalu terpelihara.
3)
Proses konseling agar
berjalan sesuai kontrak.
c)
Tahap Akhir Konseling
Cavanagh
(Nurihsan, 2007: 15) menyebut tahap ini dengan istilah termination. Pada tahap ini, konseling ditandai oleh beberapa hal
berikut ini.
1)
Menurunnya kecemasan
siswa. Hal ini diketahui setelah guru BK menanyakan keadaan kecemasannya.
2)
Adanya perubahan
perilaku yang jelas ke arah yang lebih positif, sehat, dan dinamik.
3)
Adanya tujuan hidup
yang jelas di masa yang akan datang dengan program yang jelas pula.
4)
Terjadinya perubahan
sikap positif terhadap masalah yang dialaminya, dapat mengoreksi diri dan
meniadakan sikap yang suka menyalahkan dunia luar, seperti orang tua, teman,
dan keadaan yang tidak menguntungkan.
Tujuan
tahap akhir ini adalah memutuskan perubahan sikap dan perilaku yang tidak
bermasalah. Adapun tujuan lainnya dari tahap ini adalah:
·
Terjadinya transfer of learning pada diri siswa;
·
Melaksanakan perubahan
perilaku siswa agar mampu mengatasi masalahnya; dan
·
Mengakhiri hubungan
konseling.
2.3.2
Konsultasi
Teknik
lain dalam program bimbingan adalah konsultasi. Konsultasi merupakan salah satu
strategi bimbingan yang penting sebab banyak masalah karena sesuatu hal akan
lebih berhasil jika ditangani secara tidak langsung oleh guru BK. Konsultasi
dalam pengertian umum dipandang sebagai nasihat dari seseorang yang
profesional.
Pengertian
konsultasi dalam program bimbingan dipandang sebagai suatu proses menyediakan
bantuan teknis untuk guru, orang tua, administrator, dan guru BK lainnya dalam
mengidentifikasi dan memperbaiki masalah yang membatasi efektivitas siswa atau
sekolah.
Brown
dan teman-temannya (Nurihsan, 2007: 16) telah menegaskan bahwa konsultasi itu
bukan konseling atau psikoterapi sebab konsultasi tidak merupakan layanan yang
langsung ditujukan kepada siswa, tetapi secara tidak langung melayani siswa
melalui bantuan yang diberikan orang lain.
Menurut
Nurihsan (2007) ada delapan tujuan konsultasi, yaitu:
a)
Mengembangkan dan
menyempurnakan lingkungan belajar bagi siswa, orang tua, dan administrator sekolah;
b)
Menyempurnakan
komunikasi dengan mengembangkan informasi diantara orang yang penting;
c)
Mengajak bersama
pribadi yang memiliki peranan dan fungsi yang bermacam-macam untuk
menyempurnakan lingkungan belajar;
d)
Memperluas layanan
dari para ahli;
e)
Memperluas layanan
pendidikan dari guru dan administrator;
f)
Membantu orang lain
bagaimana belajar tentang perilaku;
g)
Menciptakan suatu
lingkungan yang berisi semua komponen lingukngan belajar yang baik;
h)
Menggerakkan
organisasi yang mandiri;
Sedangkan,
langkah proses konsultasi menurut Nurihsan (2007) yaitu:
1.
Menumbuhkan hubungan
berdasarkan komunikasi dan perhatian
pada siswa;
2.
Menentukan diagnosis
atau sebuah hipotesis kerja sebagai rencana kegiatan;
3.
Mengembangkan motivasi
untuk melaksanakan kegiatan;
4.
Melakukan pemecahan
masalah;
5.
Melakukan alternatif
lain apabila masalah belum terpecahkan.
2.3.3
Bimbingan
Kelompok
Strategi
lain dalam layanan bimbingan dan konseling adalah bimbingan kelompok. Bimbingan
kelompok dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada
diri siswa. Isi kegiatan bimbingan kelompok terdiri atas penyampaian informasi
yang berkenaan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan masalah
sosial yang tidak disajikan dalam bentuk pelajaran.
Penyelenggaraan
bimbingan kelompok, menurut Nurihsan (2007), memerlukan persiapan dan praktik
pelaksanaan kegiatan yang memadai, dari langkah awal sampai dengan evaluasi dan
tindak lanjutnya.
a)
Langkah Awal
Langkah
awal diselenggarakan dalam rangka pembentukan kelompok sampai dengan
mengumpulkan para peserta yang siap melaksanakn kegiatan kelompok. Langkah awal
ini dimulai dengan penjelasan tentang adanya layanan bimbingan kelompok bagi
para siswa, pengertian, tujuan, dan kegunaan bimbingan kelompok. Setelah
penjelasan ini, langkah selanjutnya menghasilkan kelompok yang langsung
merencanakan waktu dan tempat menyelenggarakan kegiatan bimbingan kelompok.
b)
Perencanaan Kegiatan
Perencanaan
kegiatan bimbingan kelompok meliputi penetapan:
·
Materi layanan;
·
Tujuan yang ingin
dicapai;
·
Sasaran kegiatan;
·
Bahan atau sumebr
bahan untuk bimbingan kelompok;
·
Rencana penilaian; dan
·
Waktu dan tempat.
c)
Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan
yang telah direncanakan itu selanjutnya dilaksanakan melalui kegiatan sebagai
berikut.
1)
Persiapan menyeluruh
yang meliputi persiapan fisik (tempat dan kelengkapannya), persiapan bahan,
persiapan keterampilan, dan persiapan administrasi.
2)
Pelaksanaan
tahap-tahap kegiatan.
·
Tahap pertama:
pembentukan, temanya pengenalan, pelibatan dan pemasukan diri.
·
Tahap kedua:
peralihan.
·
Tahap ketiga:
kegiatan.
d)
Evaluasi Kegiatan
Penilaian
terhadap bimbingan kelompok berorientasi pada perkembangan yaitu mengenali
kemajuan atau perkemabangan positif yang terjadi pada diri peserta. Lebih jauh,
penilaian terhadap bimbingan kelompok lebih bersifat penilaian “dalam proses”,
yang dapat dilakukan melalui:
1)
Mengamati partisipasi
dan aktivitas peserta selama kegiatan berlangsung;
2)
Mengungkapkan
pemahaman peserta atas materi yang dibahas;
3)
Mengungkapkan kegunaan
bimbingan kelompok bagi mereka dan perolehan mereka sebagai hasil dari
keikutsertaan mereka;
4)
Mengungkapkan minat
dan sikap mereka tentang kemungkinan kegiatan lanjutan; dan
5)
Mengungkapkan
kelancaran proses dab suasana penyelenggaraan bimbingan kelompok.
e)
Analisis dan Tindak
Lanjut
2.3.4
Konseling
Kelompok
Strategi
berikutnya dalam melaksanakan program bimbingan adalah konseling kelompok.
Konseling kelompok merupakan upaya bantuan kepada siswa dalam rangka memberikan
kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Selain bersifat pencegahan,
konseling kelompok dapat pula bersifat penyembuhan.
Prosedur
konseling kelompok sama dengan bimbingan kelompok, yaitu terdiri dari:
a)
tahap pembentukan,
dengan temanya pengenalan, perlibatan, dan pemasukan diri;
b)
tahap peralihan,
dengan temanya pembangunan jembatan antara tahap pertama dan tahap ketiga;
c)
tahap kegiatan, dengan
temanya kegiatan pencapaian tujuan;
d)
tahap pengakhiran,
dengan temanya penilaian dan tindak lanjut.
2.3.5
Pengajaran
Remedial
Menurut
Makmun (dalam Nurihsan, 2007: 23) pengajaran remedial dapat didefinisikan
sebagai upaya guru untuk menciptakan suatu situasi yang memungkinkan individu
atau kelompok siswa tertentu lebih mampu mengembangkan dirinya seoptimal
mungkin sehingga dapat memenuhi kriteria keberhasilan minimal yang diharapkan,
dengan melalui suatu proses interaksi yang berencana, terorganisasi, terarah,
terkoordinasi, terkontrol dengan lebih memperhatikan taraf kesesuaiannya
terhadap keragaman kondisi objektif individu dan atau kelompok siswa yang
bersangkutan serta daya dukung sarana dan lingkungannya.
Pengajaran
remedial merupakan salah satu tahap kegiatan utama dalam keseluruhan kerangka
pola layanan bimbingan belajar, serta merupakan rangkaian kegiatan lanjutan
logis dari usaha diagnostik kesulitan belajar mengajar. Secara sistematika
prosedur remedial tersebut, menurut Nurihsan (2007) dapat digambarkan sebagai
berikut:
a)
Diagnostik kesulitan
belajar-mengajar.
b)
Rekomendasi/referral.
c)
Penelaahan kembali
kasus.
d)
Pilihan alternatif
tindakan.
e)
Layanan konseling.
f)
Pelaksanaan pengajaran
remedial.
g)
Pengukuran kembali
hasil belajar-mengajar.
h)
Reevalusai/rediagnostik.
i)
Tugas tambahan.
j)
Hasil yang diharapkan.
Strategi
dan teknik pengajaran remedial dapat dilakukan secara preventif, kuratif, dan
pengembangan. Tindakan pengajaran remedial dikatakan bersifat kuratif jika
dilakukan setelah program PBM utama selesai diselenggarakan. Pendekatan
preventif ditujukan kepada siswa tertentu yang diperkirakan akan mengalami
hambatan terhadap pelajaran yang akan ditempuhnya. Pendekatan pengembangan
merupakan tindak lanjut dari upaya diagnostik yang dilakukan guru selama
berlangsung program PBM.
2.3.6
Bimbingan
Klasikal
Menurut Sudrajat, bimbingan klasikal termasuk ke dalam
strategi untuk layanan dasar bimbingan. Layanan dasar diperuntukkan bagi semua
siswa. Hal ini berarti bahwa dalam peluncuran program yang telah dirancang,
menuntut guru BK untuk melakukan kontak langsung dengan para siswa di kelas.
Secara terjadwal, guru BK memberikan layanan bimbingan kepada para siswa.
Kegiatan layanan dilaksanakan melalui pemberian layanan orientasi dan informasi
tentang berbagai hal yang dipandang bermanfaat bagi siswa. Layanan orientasi
pada umumnya dilaksanakan pada awal pelajaran, yang diperuntukan bagi para
siswa baru, sehingga memiliki pengetahuan yang utuh tentang sekolah yang dimasukinya.
DAFTAR PUSTAKA
Asto.
(2014). Mengatasi masalah peserta didik
melalui layanan konseling individual. [online]. Tersedia di
http://seindah-akhlak-islam.blogspot.com/2014/02/mengatasi-masalah-peserta-didik-melalui.html?m=1.
[diakses pada tanggal 07 April 2015]
Bakran
Adz Dzaky, M.H. (2004). Konseling dan
psikoterapi islam (penerapan metode sufistik). Yogyakarta: Fajar Pustaka
Baru.
Manrihu,
M.T. (1988). Pengantar bimbingan dan
konseling karir. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi.
Nurihsan,
A.J. (2007). Strategi layanan &
bimbingan konseling. Bandung: PT. Refika Aditama.
Prayitno
& Erman A. (2004). Dasar-dasar
bimbingan dan konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sudrajat,
A. (2010). Strategi pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling. [Online]. Tersedia di
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/02/03/strategi-pelaksanaan-layanan-bimbingan-dan-konseling/ [diakses pada tanggal 02 April 2015]
Tohirin.
(2007). Bimbingan dan konseling di
sekolah dan madrasah (berbasis integrasi). Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Yusuf,
S. & Nurihsan, A.J. (2008). Landasan
bimbingan dan konseling. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
0 komentar:
Posting Komentar