Meskipun novel karya Julian Barnes
ini merusak pemahaman kita tentang sebuah sejarah yang telah kita peroleh
sebelum membaca buku ini dan cenderung menyesatkan, namun dalam novel juga
terdapat beberapa pelajaran hidup. Tulisan ini akan memaparkan beberapa
pelajaran yang bisa diambil dari novel tersebut.
…………………………………………………………………………………………
Bagaimana
seseorang sampai bisa gagal menyadari adanya Tuhan, rencana abadi-Nya, dan
keluhuran esensial-Nya?
Bukti
tentang rancana dan karunia itu terhampar nyata di alam, yang disediakan oleh
Tuhan untuk kemaslahatan manusia. Hal itu bukan berarti, sebagaimana
diasumsikan sebagian orang, manusia boleh menguras alam sewenang-wnang karena
sesungguhnya alam layak lebih dihormati karena merupakan ciptaan Ilahi.
Ketika
merenungkan buah-buahan yang berada di kebun, betapa beraneka ragamnya,
alangkah sempurnanya disesuaikan untuk kemaslahatan manusia. Sebagai contoh,
pohon yang buahnya dapat dimakan manusia dibikin mudah dipanjat, jauh lebih
rendah daripada pepohonan di hutan. Buah-buahan yang lunak ketika matang,
seperti buah murbei dan jenis-jenis buah berry, yang bisa bonyok ketika jatuh,
tumbuh tak jauh dari tanah. Sementara buah yang keras, yang tidak berisiko terluka
kalau jatuh, seperti kelapa, tumbuh di ketinggian. Sebagian buah seperti
–kelengkeng dan rambutan- bentuknya dibikin sesuai dengan mulut. Sebagian
lainnya –apel dan pir- disesuaikan dengan tangan. Lainnya lagi, seperti melon,
dibuat lebih besar, supaya dapat dibagi-bagi sekeluarga. Kemudian buah lain,
seperti labu, dibikin dengan ukuran untuk dibagi-bagi dengan tetangga, dan
buah-buahan yang berukuran besar lainnya banyak yang ditandai dengan belahan
vertical pada kulitnya, supaya lebih mudah membaginya. (Subhanallah)
(Sumber: Novel A History of The World in 10 Chapter karya Julian Barnes)
“Kita Harus Mencintai atau Mati”
Kalimat di atas merupakan bagian
dari puisi karya W.H. Auden. Yang mendorong E.M Forster memaklumkan: “karena
pernah menulis ‘harus saling mencintai atau mati’, dia boleh memerintahku
mengikutinya.” Tapi Auden tidak puas dengan larik terkenal dari puisi “1
september 1939” itu. “itu dusta sialan!” komentarnya, “kita toh harus mati.”
Jadi ketika menerbitkan kembali puisi itu, dia mengubah larik tersebut menjadi
lebih logis, “kita harus saling mencintai dan mati.” Belakangan dia menghapus
larik itu sama sekali.
Pergeseran dari atau menjadi dan itu adalah salah satu revisi puisi yang paling terkenal. Ketika
pertama kali melihatnya, aku memberikan tepuk tangan kepada kekonsistenan yang
jujur ketika Auden sang penyair mengubah puisinya sendiri. Jikasatu larik
terdengar bagus tapi tidak benar, buang saja-pendekatan semacam itu bebas
merdeka dari keakuan sang penulis.
Sekarang aku tak terlalu yakin. Kita harus saling mencintai dan mati
jelas memiliki kelogisan di dalamnya; tetapi juga sama samarnya mengungkapkan
keadaan manusia, dan sama mencengangkannya dengan larik kita harus mendengarkan radio dan mati atau kita harus ingat mencairkan bunga es di kulkas dan kita mati. Auden
benar ketika mencurigai retorikanya sendiri. Tapi mengatakan bahwa larik kita harus saling mencintai atau kita mati tidak
benar- dengan alasan toh kita harus mati (atau mereka yang tak mencintai tidak
serta merta binasa)- berarti mengambil pandangan yang sempit atau khilaf.
Ada
cara lain yang juga logis dan lebih persuasif untuk membaca larik kita harus saling mencintai atau kita mati. Pertama, yang jelas: kita harus saling
mencintai, kalau tidak, besar kemungkinan akhirnya kita saling bunuh. Kedua, kita harus saling mencintai,
karena kalau tidak, jika cinta tidak menjadi bahan bakar hidup kita, kita bisa
mati juga.
………………………………………………………………………………………….
Jantung
tidak berbentuk dua belahan simetris simbol cinta, itu salah satu problem kita.
Kita bayangkan, bukan, suatu katup ganda rapi yang bentuknya menyimbolkan
bagaimana cinta memadukan dua belahan, dua bagian terpisah menjadi satu
keseluruhan? Kita bayangkan simbol yang mengena ini berona merah menggelora,
berona merah tua darah pembengkakan juga.
Buku
teks kedokteran tidak langsung mengecewakan kita; disitu jantung dipetakan
seperti jalur kereta bawah tanah London. Aorta, arteri, dan vena pulmonary
kiri-kanan, arteri subklavian kiri-kanan, arteri coroner kiri-kanan, arteri
carotid kiri-kanan…tampak elegan bertujuan, suatu jejaring pembuluh yang
memompa mantap. Disini darah mengalir tepat waktu pikirmu.
Fakta
yang menggetarkan:
1. Jantung adalah organ pertama yang berkembang
dalam embrio; ketika kita masih tak
lebih besar daripada kacang merah, jantung kita sudah terlihat, sudah memompa;
2. Secara proporsional, jantung anak-anak jauh
lebih besar daripada jantung orang dewasa; jantung anak-anak 1/130 dari berat
badan total, jantung orang dewasa 1/300;
3. Semasa hidup, ukuran, bentuk, dan posisi
jantung sangat beragam;
4. Setelah mati, jantung berbentuk piramida
………………………………………………………………………………………….
Paradoks Cinta
Pernahkah
kalian mendengar istilah paradoks cinta, lebih tepatnya ketika beberapa pekan
dan bulan cinta membara,- paradoks tentang waktu-. ketika kau dirundung cinta,
pada saat kebanggaan dan kekhawatiran berkecamuk dalam dirimu. Sebagian dari
dirimu menginginkan agar waktu berjalan lambat; karena ini, katamu kepada
dirimu sendiri, adalah masa terbaik sepanjang hidupmu. Kau dirundung cinta, kau
ingin mereguk segalanya, mepelajarinya, berbaring mesra bersamanya dan berharap
hari ini tidak akan berakhir.
Tapi
itu sisi puitismu, sisi prosamu bahkan menyuruh waktu berjalan lebih cepat,
untuk mengetahui bahwa itu benar-benar sebuah cinta. Bagaimana kita
mengetahuinya karena ini baru berjalan beberapa minggu, beberapa bulan saja.
Kau takkan tahu apakah ini benar-benar nayata kecuali kamu (dan dia) masih
sehati selamanya, oh, setidaknya setahunan; itu satu-satunya cara untuk membuktikan
bahwa kau tidak menjalani sesuatu yang kau anggap cinta padahal bukan.
………………………………………………………………………………………….
0 komentar:
Posting Komentar